Selasa, 25 Januari 2011

Wisata Hutan Lindung Sesaot

Hutan lindung yang masih alami, yakni Hutan Lindung Sesaot merupakan salah satu tujuan wisata pepohonan yang ada di Lombok. Pengunjung yang ke lokasi, akan menikmati alam wisata yang masih asli, dimana mereka bisa melakukan penilitian dan berwisata dengan membangun kemah.
Kawasan Hutan lindung berada di Desa Sesaot di ujung timur wilayah Kecamatan Narmada, Kabupaten Lombok Barat.
Ditengah hutan yang lebat dan berbukit ada terdapat sungai berbatu besar-besar dengan airnya yang jernih dan dingin, disungai ini para pengunjung dapat menikmati airnya dengan cara berenang.
Tenda lesehan yang ada di lokasi hutan lindung, memungkinkan Anda beristirahat sebentar sambil menikmati makanan khas lombok yang ada dihidangkan. Tempat peristirahatan itu, didirikan di sela-sela akar pohon yang besar-besar agar memungkinkan tempat nya sejuk dan aman. Jalan-jalan ke wisata lainnya.

Read more »

Teduhnya Alam Bangko Bangko

Pulau Lombok terkenal dengan alamnya yang begitu mempesona. Salah satunya Taman Wisata Alam Bangko Bangko di Kecamatan Sekotong, Kabupaten Lombok Barat (Lobar). Pantai ini menawarkan ombak yang relatif memanjang dan sambung menyambung sehingga sangat cocok bagi para pemlula hingga profesional untuk kegiatan surving, selain Pantai Lakey Hu’u di Kabupaten Dompu. kawasan yang terletak di ujung semenanjung barat daya Pulau Lombok ini relatif dekat dengan Nusa Penida, Bali sehing­ga dapat memudahkan wisata­wan untuk mencapai kawasan ini.

Untuk menuju kawasan ini Anda tidak perlu bingung. Pasal­nya, kawasan dapat ditempuh dari Mataram, Sekotong lalu ke Bangko Bangko dengan jarak kurang lebih 70 kilometer dalam waktu hampir dua jam. Dapat menggunakan kendaraan pribadi maupun angkutan umum sewa. Menggunakan angkutan umum dari Terminal Mandalika Bertais tujuan Lembar, kemudian dari terminal Lembar naik angkutan umum jurusan Labuhan Poh. Selain menawarkan tempat untuk berselancar di kawasan ini Anda dapat menikmati dan dimanjakan dengan keindahan bawah laut, Bangko Bangko juga memiliki hutan yang di tujukan bagi wisata pecinta tracking dan sejarah karena di kawasan seluas 2.169 Ha ini, Hutan Taman Wisata Alam Bangko Bangko termasuk dalam tipe ekosistem hutan pantai dan hutan musim dataran rendah serta hutan mangrove. Di sini kita bisa menjumpai berbagai vegetasi Pantai Bangko Bangko, seperli Biduri (Calothlro­pus gigantea), Pandan Laut (Pan­danus Sp).

Selain, itu berbagai jenis tumbuhan yang dapat dijumpai di bentang hutan musim dataran rendah, di antaranya bajur, ke­sambi, dan waru. Berjalan memasuki kerimbunan hutan tepi tebing dapat dijumpai sisa,-sisa peninggalan jaman penja­jahan Jepang berupa puing-puing benteng pemantau pertahanan Jepang lengkap dengan meriam­nya. Melangkah menuju belukar hutan Bangko Bangko atau di tepi pantainya Anda dapat menjumpai aneka satwa, di antaranya ayam hutan, elang bendol, koakiau, raja udang, dan elang laut. Jika berun­tung Anda juga bisa menemukan kupu-kupu langka yang dilindungi undang-undang, Troicles Helena.

Di tempat ini sarana dan prasarana penunjang wisata alam sudah cukup tersedia, di antaranya jalan yang dapat dilalui sepeda mo­tor dan mobil. Sedangkan hotel-ho­tel juga telah tersedia dengan kondisi sosial ekonomi masyarakat­nya sebagian besar bermata pencaharian sebagai petani dan hanya sebagian kecil masyakatnya yang bekerja sebagai nelayan. Klik Disini untuk wisata lainnya

Read more »

Jumat, 21 Januari 2011

Pura Batu Bolong di Pantai Senggigi

Pura Batu Bolong di Pantai Senggigi. Dikatakan pura batu bolong karena memang memiliki lubang atau bolong di tengah batu tersebut. Batu yang terletak di karang hitam itu dan posisinya dekat ke tengah laut menjadikan pura ini terlihat unik dan mempesona dengan keindahan alam sekitarnya.
Pura Batu Bolong pernah disinggahi oleh Dang Hyang Dwijenda, seorang pendeta asal Jawa Timur sebagai perjalanan spiritualnya dan pura ini  merupakan tempat sejarah peranan penting dalam perkembangan agama Hindu di Bali dan Lombok.
Dahulu, tempat ini sering diadakan upacara pengorbanan seorang perawan sebagai sajian makanan bagi ikan hiu yang tinggal di pantai dan tempat ini juga merupakan tempat para wanita menerjunkan dirinya ke laut akibat patah hati. Pura Batu Bolong terletak kurang lebih 12 km dari Kota Mataram bisa dicapai dengan kendaraan pribadi atau kendaraan umum yang ada di Kota Mataram.[wlmn]



Read more »

Kamis, 13 Januari 2011

Oleh-oleh Kerajinan Anyaman Pulau Lombok

Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) yang terdiri dari Pulau Lombok, Sumba dan Sumbawa merupakan bagian gugusan pulau di wilayah kepulauan Nusa Tenggara yang sangat kaya akan seni budaya yang khas dan unik. Selain dikenal karena berbagai upacara adatnya yang khas, provinsi NTB juga dikenal memiliki potensi yang sangat besar dalam bidang industri kerajinan. Salah satu produk kerajinan khas NTB yang kini sudah mulai banyak dikenal kalangan pecinta barang seni dan produk kerajinan adalah kerajinan anyaman Lombok yang terbuat dari berbagai jenis bahan baku seperti bambu, rotan dan ate atau keta (sejenis rumput gunung). Perpaduan antara seni kerajinan anyaman bambu, rotan atau rumput gunung yang dikombinasikan dengan bahan kayu menghasilkan kombinasi berupa barang kerajinan yang sangat serasi dan indah.



Sentuhan bahan pewarna yang umumnya mirip dengan warna alami dari komponen bahan bakunya semakin menambah keindahan barang kerajinan khas Pulau Lombok, provinsi NTB itu. Tidak mengherankan apabila kalangan pecinta barang kerajinan dan barang seni selalu memburu barang kerajinan anyaman khas Pulau Lombok, NTB itu, baik di berbagai ajang pameran barang kerajinan maupun bertandang langsung ke sentra-sentra industri kerajinan anyaman di NTB.
Menurut penuturan Murtimah, salah seorang pengusaha barang kerajinan anyaman dari Pulau Lombok, NTB, industri kerajinan anyaman di Lombok kini sudah cukup berkembang dan produknya sudah cukup dikenal kalangan pecinta barang kerajinan dan barang seni, baik dari dalam maupun luar negeri. Hal itu terjadi berkat kerja keras para perajin yang secara terus menerus mengembangkan model-model baru barang kerajinan anyaman, namun tetap tidak meninggalkan unsur seni dan budaya tradisional Lombok yang merupakan ciri khas bagi setiap produk kerajinan tersebut.
2008101012
Murtimah sendiri mengaku terjun di bidang usaha industri kerajinan anyaman khas Pulau Lombok NTB sejak tahun 1998. Namun jauh sebelum itu, yaitu sejak tahun 1988, Murtimah sudah berkecimpung dalam industri kerajinan itu walaupun ketika itu masih bekerja pada orang lain. Dengan berbekal pengetahuan dan pengalaman selama bekerja pada orang lain itulah serta dengan modal usaha yang paspasan, Murtimah mulai membuka usahanya sendiri pada tahun 1998 dengan mendirikan rumah produksi dan galeri Wira Jagad Art Shop.
Ternyata, setahap demi setahap usaha industri barang kerajinannya memperlihatkan kemajuan yang sangat signifikan. Bantuan modal kerja dari perbankan pun mulai mengalir sejalan dengan terus berkembangnya usaha industri barang kerajinan milik Murtimah. Kesempatan itu tidak disia-siakan oleh Murtimah. Bantuan permodalan berupa pinjaman lunak dari Bank Mandiri pun dia manfaatkan untuk mengembangkan usahanya agar bisa tumbuh lebih besar lagi.
Kini Murtimah sudah berhasil memproduksi sekitar 350 model barang kerajinan anyaman. Kadang-kadang Murtimah juga memperoleh pesanan pembuatan barang kerajinan anyaman dari pembeli dengan desain yang sudah dibuatkan oleh pihak pembeli. Namun tidak jarang juga pembeli menyerahkan masalah desain tersebut kepada Murtimah sendiri.
2008101021
Walaupun demikian, sebagian besar produksi barang kerajinan anyaman yang dilakoni Murtimah umumnya dilakukan berdasarkan pesanan. Pesanan dari Denpasar- Bali saja setiap bulannya mencapai Rp 100 juta dimana setiap dua hari sekali barang kerajinan anyaman buatan Murtimah dikirim dari Pulau Lombok NTB ke Bali.
Selain memasok barang kerajinan anyaman ke Bali, Murtimah juga secara kontinyu mengirimkan barang kerajinan hasil produksinya ke berbagai kota besar lainnya di tanah air seperti Jakarta dan Surabaya. Bahkan sudah beberapa tahun terakhir ini Murtimah juga melakukan kegiatan ekspor produknya ke Malaysia. Nilai ekspor produk barang kerajinan anyaman Murtimah ke Malaysia rata-rata mencapai Rp 250 juta setiap bulannya.
Biasanya pembeli dari Malaysia menentukan jenis barang yang akan dibelinya apakah terbuat dari anyaman bambu, rotan atau ate. Namun kebanyakan pembeli dari Malaysia memesan barang kerajinan anyaman yang terbuat dari bambu. Tampaknya kalangan pembeli dan pecinta barang kerajinan anyaman di Malaysia lebih menyukai anyaman dari bambu.
2008101031
Murtimah dengan Wira Jagadnya rata-rata mampu memproduksi sekitar 10.000 unit barang kerajinan berukuran kecil setiap bulannya. Sedangkan untuk barang kerajinan berukuran besar, Murtimah mampu mempoduksi sekitar 1.500 unit setiap bulannya. Bahan baku untuk pembuatan barang kerajinan anyaman itu tidak sulit diperoleh karena umumnya material dasar untuk pembuatan barang kerajinan anyaman tersedia cukup melimpah di wilayah NTB.
Berbagai barang kerajinan anyaman produksi Murtimah biasanya dijual dengan kisaran harga antara Rp 10.000 per unit sampai Rp 250.000 per unit, tergantung kepada ukuran barang, model dan bahan.
Kini, selain memasarkan barang kerajinan anyaman yang dihasilkan dari bengkel kerjanya sendiri, Murtimah juga memasarkan produk kerajinan yang dihasilkan oleh para perajinan barang anyaman di wilayah NTB. Murtimah menjalin kerjasama dengan 10 pedagang penampung yang masing-masing membawahi sekitar 40 orang perajinan. Dengan demikian, melalui jaringan usahanya itu, Murtimah berhasil mengkoordinasikan sekitar 400 orang perajinan anyaman di NTB. Para perajin itu umumnya mengerjakan kegiatan produksi barang kerajinannya sampai barang itu menjadi barang setengah jadi, sedangkan tahap penyelesaian (finishing) bisanya dikerjakan sendiri oleh perusahaan Wira Jagad milik Murtimah.
Read more »

Selasa, 11 Januari 2011

Ampenan Kota Multi Etnis

Setangkup nostalgia pelabuhan lama Ampenan yang kental nuansa multi-etnis. Gurat sejarah merapuh oleh kekinian, tetapi bangunan berlanggam colonial terus berdiri.Menapaki Orisinalitas pelabuhan Ampenan bisa diawali dari Simpang Lima yang menghubungkan beberapa ruas sekaligus. Di antaranya Jl. Saleh Sungkar, Yos Sudarso, Pabean, Niaga & koperasi. Bangunan berlanggam Art Deco serta deretan pohon palem mengantar pada suasana nostalgis masa kolonial berpuluh tahun lalu
Dari sebuah jurnal majalah Tempo tahun 1973 disebutkan, ‘Pelabuhan yang memenuhi syarat buat kegiatan bongkar muat di Lombok Cuma dua : Ampenan & lembar, terletak di pantai barat Pulau Lombok. Pelabuhan Ampenan & Lembar di pulau Lombok, selama Januari – Oktober tahun lalu mencatat 459 kapal yang singgah di sana plus 527 perahu’.
Di masa Belanda, sekitar tahun 1948 – 1950, berdiri sebuah dermaga di pelabuhan Ampenan. Cuma patok2 besinya yang tersisa kini. Sebuah mesin pengerek atau katrol dipasang di ujung, untuk menaikturunkan blongko-semacam kayu gelondong kayu besar dilubangi hingga menyerupai tongkang. Benda ini ditarik perahu motor ke kapal yang lego jangkar, untuk dimuati berbagai barang & dinaikkkan ke dermaga dengan dikatrol tadi.
Sayang, semua aktivitas pelabuhan Ampenan surut seiring waktu. Jurnal di majalah Tempo 1973 menulis, ‘fungsinya seratus prosen dialihkan ke pelabuhan Lembar. Lagipula jembatan pelabuhan Ampenan sejak beberapa tahun terakhir ini mengalami rusak berat … rencana menanggulanginya, yaitu berupa niat membuat jembatan terapung-semacam jembatan di Ketapang Banyuwangi’.
Bangunan Art Deco dua lantai yang menghadap ke jalan Pabean, menjadi penanda pelabuhana Ampenan. Sepanjang ruas Jalan Pabean mengarah ke pelabuhan, adalah potret sisi kota terlupakan. Dalam bisu, deretan banguan tua berlanggam colonial seolah ingin menyuarakan fungsinya di masa lalu. Pada zaman, ketika pelabuhan melakukan aktivitas dan dipenuhi pekerja. Tampaknya beberapa resto, took roti, salon kecantikan serta rumah tinggal keluarga TiongHoa. Hunian mereka dicirikan oleh ruang tamu sempit, dengan altar kecil dipenuhi potret anggota keluarga telah tiada, guci berisi abu jenazah, lilin-lin merah, kembang dalam vas ditambah hio atau dupa.
Kondisi Multi-Etnis pelabuhan Ampenan tak ubahnya ruang miniature keberadaan rak ubahnya ruang miniature keberadaan berbagai suku bangsa Tanah Air. Tengok saja beberapa nama, seperti kampug Arab, kampong Melayu Bangsal, komunitas pecinaan, klenteng Bodhi Dharma, peribadatan Hindu bernama Pura Segara sampai makam TiongHoa & muslim.
Bisnis yang dijalankan warga Tionghoa di pelabuhan lama Ampenan, tetap terlihat hingga kini. Termasuk seperti kulakan; membeli ikan-ikan segar atau hasil olahan untuk dijual kembali. Sedang bagi warga perkampungan Melayu Bangsal, datangnya petang merupakan momentum untuk menambah penghasilan, lewat ajang berjualan aneka makanan. Mulai kedai ikan bakar, beberapa masakan rumahan khas Lombok, sampai aneka minuman ringan, mie instan, serta produk kudapan kemasan terlihat di sepanjang pesisir yang mengarah ke bagian belakang depo Pertamina. Gerobak-gerobak pedagang bakso & Kelapa muda juga ikut bergabung.
Diberi perhatian atau tidak, pelabuhan Ampenan tetap memberi kehidupan bagi mereka yang bermukim di sana. Setia menyodorkan potret surya tenggelam, dan nostalgia meruap dari sosok-sosok bangunan tua berlanggam kolonialnya. Bisakah nilai-nilai keabadian bernaung pada atap-atap gedung pergudangan dan perkantoran tua sepanjang Jalan Pabean tanpa tergilas kekinian ?? seandainya saja pelabuhan kecil itu bisa menggeliat kembali. Menyuarakan keberadaannya yang telah ada sejak berabad lampau.
Klik disini untuk info wisata asik lainnya



Read more »

Kesederhanaan Desa Birak

Desa tradisional ini berada di Timur-Laut gunung Rinjani. Desa ini menyimpan pesona hidup penuh sahaja. Masyarakat di desa ini hidup dalam suasana rukun dan tenang, jauh dari suasana gemerlap dan hiruk pikuk kota yang penuh kehura-huraan. Bila memasuki desa ini anda akan disapa dengan penuh ramah dan anda bisa keliling menikmati kegiatan penduduk setempat yang pastinya membuat kita bisa membuka cakrawala baru tentang kehidupan bermasyarakat.
Melancong ke wisata lainnya.
Read more »

Senin, 03 Januari 2011

Toleransi Beragama di Sekitar Pura Lingsar

Lombok, pulau yang bertetangga dengan Bali mempunyai beragam objek wisata. Sebagimana Bali, Lombok juga memiliki banyak pantai yang indah, Gunung Rinjani yang elok. Di Lombok juga kita dapat mengunjungi berbagai pura, tempat beribadah umat Hindu. Bahkan, di Lombok ada satu pura yang sangat berbeda dengan pura-pura di Bali. Bedanya bukan dalam bentuk, tapi nilai-nilai toleransi antar umat beragama, Pura Lingsar namanya.

Pura yang sekitar 15 km dari pusat Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat itu dibangun pada masa jayanya kerajaan Karangasem Sasak sekitar tahun 1759. Pura ini dibangun oleh Anak Agung Ngurah yang memerintah Lombok bagian barat saat itu.Di kawasan pura itu terdapat empat bangunan pokok, yaitu Pura Gaduh, Kemaliq, Pesiraman dan pesimpangan Bhatara Bagus Balian, serta Lingsar Wulon.Ketiga bangunan Gaduh, Kemaliq dan Bhatara Bagus Balian hanya dibatasi dengan tembok besar. Saat pujawali berlangsung, upacara dilaksanakan secara serentak. Pujawali adalah upacara pemujaan kelahiran Ida Bhatara yang dilakukan umat Hindu di pura itu.

Untuk menjaga kedamaian, dalam di sekitar tempat itu dilarang memakan atau menyembelih binatang-binatang yang dianggap suci oleh masing-masing agama. Bahkan dalam radius 2 km dari Pura Lingsar, sapi yang dianggap suci oleh umat hindu dilarang berkeliaran.

Ketika masuk ke dalam kawasan, pengunjung disarankan untuk memakai selendang yang diikatkan pada pinggang. Selandang ini dipakai untuk menghormati tempat ini yang dianggap suci oleh umat Hindu dan Islam.

Di samping tempat berdoa itu ada sebuah kolam kecil. Airnya jernih dan tidak pernah kering. Bahkan kedalaman kolam itu selalu tetap setiap saat. Di kolam itu terdapat ikan tuna besar yang panjangnya mencapai satu meter. Jika pengunjung dapat melihat ikan tuna itu, warga Lingsar yakin bahwa orang yang melihat itu akan mendapat keberuntungan. Pengunjung kolam itu akan berusaha memacing agar ikan tuna itu muncul.

Konon, tempat itu dibangun sebagai lambang persatuan. Karena itulah, tak ada yang lebih tinggi atau lebih rendah dalam komplek pura yang luas itu. Umat Hindu dan Suku sasak yang beragama Islam secara rukun merawat pura itu secara bersama-sama. Simbol toleransi, juga dilambangkan dengan aturan tak tertulis, bahwa siapa saja yang datang ke tempat suci itu, tak diperkenankan menghaturkan sesaji dari babi dan sapi. Babi haram bagi umat Isalam, dan sapi dianggap suci oleh umat Hindu. Info wisata asik lainnya.



Read more »

 
informasi tempat wisata di lombok indonesia